Serial Fikih Zakat (Bag. 14): Pengaruh Utang Investasi dan Utang Perumahan terhadap Capaian Nisab
Baca pembahasan sebelumnya Serial Fikih Zakat (Bag. 13): Pengaruh Utang terhadap Kewajiban Zakat
Artikel ini secara khusus membahas dua topik yang menjadi judul artikel, yaitu pengaruh utang investasi dan utang perumahan terhadap capaian nisab, yang merupakan turunan dari pembahasan dalam artikel “Pengaruh Utang terhadap Kewajiban Zakat”.
Pengaruh Utang Investasi yang Belum Jatuh Tempo terhadap Capaian Nisab
Utang investasi dapat didefinisikan sebagai utang yang timbul dari akad komersil yang dilakukan oleh kreditur dan debitur di mana debitur memperoleh benefit berupa penundaan pembayaran, sedangkan kreditur memperoleh benefit berupa peningkatan harga komoditi investasi.[1]
Pertanyaan yang hendak dijawab apakah utang yang timbul dari akad komersil berpengaruh pada nisab harta yang dimiliki debitur. Apakah total utang tersebut mengurangi nisab atau hanya utang yang jatuh tempo saja yang mengurangi nisab pada harta debitur?
Permasalahan ini didasarkan pada penjelasan pada artikel sebelumnya, yaitu perihal utang yang bisa menghalangi kewajiban zakat (mengurangi nisab) jika utang tersebut telah jatuh tempo dan debitur tidak memiliki aset tetap di luar kebutuhan primer yang bisa dijual untuk melunasi utang.[2] Berdasarkan hal tersebut, permasalahan ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian berikut:
Pertama, apabila utang digunakan untuk mendanai suatu aset tetap dengan maksud berinvestasi dan meningkatkan keuntungan di mana aset itu melebihi kebutuhan primer debitur, maka utang ini dijadikan sebagai kompensasi aset serta tidak mengurangi nisab harta dan hasil yang diperoleh debitur dari aset tetap.
Sebagai contoh, seorang pengusaha memiliki harta sebanyak Rp1.000.000.000, kemudian ia membeli sebuah pabrik juga seharga Rp1.000.000.000 secara kredit dengan pelunasan selama 10 tahun. Profit yang dihasilkan pabrik itu sendiri sebesar Rp100.000.000 setiap tahun.
Apabila angsuran utang telah jatuh tempo, maka debitur menjadikan angsuran itu sebagai kompensasi nilai pabrik karena utang tersebut dilakukan untuk membeli pabrik. Pabrik itu sendiri memiliki nilai komersil yang bisa dijual untuk melunasi utang jika ternyata ia bangkrut. Dalam kasus ini, debitur menzakati seluruh harta yang dimiliki dan utang tersebut tidak mengurangi nisab, meskipun telah jatuh tempo. Dengan demikian, jelas bahwa dalam kasus ini, utang tidak berpengaruh terhadap nisab harta yang dimiliki debitur, kecuali dalam kondisi nilai aset tetap tidak cukup untuk melunasi utang yang jatuh tempo.
Kedua, apabila utang digunakan untuk mendanai aset tetap yang bersifat primer, artinya tidak melebihi kebutuhan primer debitur, maka utang yang jatuh tempo, yaitu angsuran tahunan mengurangi penghasilan debitur. Adapun utang yang belum jatuh tempo tidak mengurangi penghasilannya seperti yang telah dijelaskan pada artikel sebelumnya.[3]
Sebagai contoh, seseorang membeli taksi untuk mengangkut penumpang seharga Rp50.000.000 secara kredit dengan angsuran sebesar Rp10.000.000 setiap tahun. Aktivitas mengangkut penumpang merupakan sumber mata pencaharian orang tersebut. Dalam kasus ini, utang yang telah jatuh tempo mengurangi basis perhitungan zakat pada harta debitur. Jika harta yang tersisa masih mencapai nisab, maka zakat ditunaikan. Namun, jika tidak mencapai nisab, maka zakat tidak perlu ditunaikan.
Dengan begitu, dalam kasus ini, jelas bahwa utang yang jatuh tempo berpengaruh pada nisab harta debitur. Utang yang jatuh tempo mengurangi nisab harta. Apabila setelah dikurangi, ternyata nisab harta masih tercapai, maka zakat harus ditunaikan. Sebaliknya jika tidak tercapai, maka zakat tak perlu ditunaikan.
Ketiga, apabila utang digunakan untuk mendanai aktivitas komersil (misalnya aktivitas perdagangan) yang melebihi kebutuhan primer debitur seperti seorang yang berutang kepada lembaga keuangan sebesar Rp 100.000.000 dengan maksud menginvestasikannya dalam aktivitas komersil yang disertai komitmen untuk melunasi utang tersebut secara kredit selama 10 tahun dengan angsuran sebesar Rp10.000.000 per tahun. Dalam kasus ini, angsuran tahunan yang jatuh tempo mengurangi nisab komoditi perdagangan dan harta yang dimiliki debitur, kemudian zakat ditunaikan terhadap harta yang tersisa jika mencapai nisab. Adapun angsuran yang belum jatuh tempo tidak mengurangi nisab harta sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Baca Juga: Hukum Memberikan Harta Zakat untuk Membangun Masjid
Pengaruh Utang Perumahan yang Belum Jatuh Tempo terhadap Capaian Nisab
Permasalahan ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Namun, permasalahan ini dibahas secara tersendiri karena penting, mengingat utang perumahan tidak hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan primer debitur yang diwujudkan dalam bentuk rumah, namun juga ditujukan untuk tujuan investasi. Oleh karena itu, pengaruh utang perumahan yang belum jatuh tempo terhadap capaian nisab dapat diterangkan sebagai berikut:
Pertama, apabila utang digunakan untuk membangun rumah yang akan ditempati debitur tanpa ada unsur kemewahan dan pemborosan. Dalam kasus ini, angsuran tahunan mengurangi nisab harta yang dimiliki debitur. Debitur kemudian menzakati harta yang tersisa jika mencapai nisab. Jelas dalam kasus ini utang yang jatuh tempo memiliki pengaruh terhadap harta yang terkena zakat. Sehingga terkadang utang yang jatuh tempo menghabiskan nisab atau mengurangi capaian nisab sehingga kewajiban zakat tidak perlu ditunaikan.[4]
Kedua, apabila utang yang belum jatuh tempo digunakan untuk membangun rumah yang melebihi kebutuhan primer debitur atau pembangunan rumah tersebut mengandung unsur kemewahan dan pemborosan. Dalam kasus ini, utang tersebut dijadikan sebagai kompensasi bagian yang melebihi kebutuhan primer debitur terhadap rumah. Dalam kondisi utang melampaui kelebihan tersebut, namun tidak melebihi nilai rumah, maka debitur menzakati harta yang dimiliki dan utang tersebut tidak berpengaruh terhadap nisab harta. Jika utang tersebut melebihi nilai rumah, maka angsuran yang jatuh tempo mengurangi nisab harta dan debitur menzakati harta yang tersisa jika masih mencapai nisab.
Ketiga, apabila utang yang belum jatuh tempo digunakan dengan maksud investasi seperti seorang yang berutang untuk membangun sejumlah unit perumahan yang akan dijual atau disewakan agar memperoleh keuntungan. Dalam kasus ini, utang perumahan ini menjadi utang investasi, sehingga berlaku ketentuan poin ketiga pada permasalahan sebelumnya.
Angsuran yang jatuh tempo mengurangi nilai unit perumahan, namun tidak mengurangi nisab harta yang dimiliki kreditur, kecuali utang tersebut menghabiskan nilai aset tetap (dalam hal ini unit perumahan yang dibangun). Adapun angsuran yang belum jatuh tempo dari utang tersebut tidak berpengaruh terhadap harta debitur yang terkena zakat.
Inilah yang dinyatakan dalam Fatawa wa Taushiyat Nadwat Qadhaya Az-Zakah Al-Mu’ashirah (hlm. 28),
الدُّيُونُ الْإِسْكَانِيَّةُ وَمَا شَابَهَهَا مِنْ الدُّيُونِ الَّتِي تُمَوَّلُ أَصْلًا ثَابِتًا لَا يَخْضَعُ لِلزَّكَاةِ وَيُسَدّدُ عَلَى أَقْسَاطٍ طَوِيلَةِ الْأَجَلِ يَسْقُطُ مِنْ وِعَاءِ الزَّكَاةِ مَا يُقَابِلُ الْقِسْطَ السَّنَوِيَّ الْمَطْلُوبَ دَفْعُهُ فَقَطْ إِذَا لَمْ تَكُنْ لَهُ أَمْوَالٌ أُخْرَى يُسَدِّدُهُ مِنْهَا
“Utang perumahan dan sejenisnya yang digunakan untuk mendanai aset tetap tidak dikenakan zakat dan dibayar dengan angsuran jangka panjang yang dikeluarkan dari basis perhitungan zakat yang besarannya setara dengan angsuran tahunan yang harus dibayarkan, jika debitur tidak memiliki pendanaan lain untuk membayarnya.”[5]
Baca Juga:
Demikian yang dapat disampaikan. Semoga bermanfaat.
[Bersambung]
Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim, S.T.
Artikel asli: https://muslim.or.id/72596-serial-fikih-zakat-bag-14-pengaruh-utang-investasi-dan-utang-perumahan-terhadap-capaian-nishab.html